Tangisan yang kencang membangunkanku dari tidur siang hari ini. Syamil, putraku nampaknya haus hingga dia menangis untuk memberitahuku. Permata hatiku kini sudah bisa berjalan di usianya yang baru 11 bulan. Tak terasa telah 11 bulan dia menemani hari-hariku di rumah. Bahagia melihat tingkahnya yang lucu, kegemaranku menciumi ketiaknya dengan aroma bayi yang khas dan kerepotan mengawasi tingkahnya yang tidak bisa diam adalah aktivitas yang telah lama aku tunggu. Syamil hadir di tengah-tengah keluargaku di tahun ke-10 pernikahanku.
Teringat perjuanganku untuk mempunyai anak selama 10 tahun. Setiap bulan aku rutin ke dokter kandungan untuk program hamil. Setiap bulan juga aku menangis ketika haidku datang rutin tak pernah absen. Hingga di tahun ke sembilan aku dan mas Radit mencoba program inseminasi, namun tak jua Alloh memberikan ijin aku hamil. Kujalani penantianku dengan berbagai rasa. Rasa syukur karena mempunyai suami yang sabar dan mau berjuang bersama. Banyak kabar dari orang-orang sekitar si Mawar hamil tapi ditinggal suaminya selingkuh. Melati yang beruntung tak menunggu lama setelah menikah ia langsung hamil, namun ketika sudah melahirkan perangai suaminya mulai memburuk, suka memukul dan main perempuan. Kabar-kabar yang aku dengar membuatku sadar, masing-masing mempunyai ujian hidup. Aku mulai menerima dan menjalani ujianku adalah penantian buah hati. Alhamdulillah dari segi rejeki harta, aku dan suami hidup berkecukupan bahkan lebih. Hidup merantau di sebuah kota bagian dari provinsi Jawa Barat, kami bisa mempunyai rumah dan mobil. Di sisi lain, seorang sahabat yang kini mempunyai anak 4 masih berjuang dengan kehidupan yang pas-pasan bahkan sering kekurangan. Begitulah, kita menjalani ujian masing-masing dan selalu ada hikmah yang mengikuti.